Jumat, 08 Mei 2020

Tugas Makalah Penyebaran Berita Hoax

MAKALAH PENYEBARAN BERITA HOAX
PSIKOLOGI DAN TEKNOLOGI INTERNET






Dosen : Aprilia Maharani Ayuningsih

DISUSUN OLEH:
1.      Aryasatya Nugraha (11518143)
2.      Dery Andanu (11518760)
3.      Halim Ikhsan Hatuwe (13518017)
4.      Khonsa Lathifah (13518686)
5.      Maheswari Alsyifa (13518940)
6.      Rizka Melina Ramadhani A. (16518272)


UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2020


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam atas segala karunia nikmat-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah yang berjudul “Penyebaran Berita Hoax” disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi dan Teknologi Internet  yang diampu oleh Aprillia Maharani Ayuningsih.

Makalah ini telah disusun secara maksimal, namun kami sebagai manusia biasa menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Karenanya kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Besar harapan kami makalah ini dapat menjadi sarana membantu dalam memahami apa itu penyebaran berita hoax dan apa saja dampak yang di akibatkan oleh penyebaran berita hoax itu sendiri.

Demikian, semoga makalah ini dapat diterima sebagai ide atau gagasan yang menambah wawasan pembaca.


Depok,     Mei 2020




                                                                                                                                    Penyusun


BAB IPENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Pemanfaatan   media sosial   di Indonesia saat ini berkembang luar biasa. Media sosial muncul dalam media baru dan selalu mendapat sambutan yang hangat dari pengguna internet. Media sosial ini mengijinkan kita untuk dapat bertukar informasi dengan semua orang yang merupakan sesama pengguna media tersebut. Perilaku penggunaan media sosial pada masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif, membuat informasi yang benar dan salah menjadi bercampuraduk.

Keadaan tersebut di satu sisi bisa menjadi potensi yang menguntungkan, namun di sisi lainnya bisa menjadi sebuah ancaman atau setidaknya malah memberikan dampak negative menutupi informasi sebenarnya. Dengan kata lain hoax juga bisa diartikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang seolah-olah meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya.

Tujuan dari hoax yang disengaja adalah membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan. Hoax sengaja dibuat untuk menipu pembaca atau pendengarnya untuk mempercayai sesuatu dan menggiring opini mereka agar mengikuti kemauan pembuat hoax. Penyebaran hoax menggunakan pendekatan social engineering yaitu manipulasi psikologis dari seseorang dalam melakukan aksi atau menguak suatu informasi rahasia. Social engineering umumnya dilakukan melalui telepon atau internet dan yang paling mudah dilakukan melalui media sosial.

B.   Rumusan Masalah

1.     Apa pengertian penyebaran berita hoax?
2.     Sebutkan contoh kasus penyebaran berita hoax?
3.     Bagaimana analisis dari contoh kasus penyebaran berita hoax?

C.   Tujuan Penulisan

Tujuan makalah ini, yaitu :
1.      Untuk mengetahui pengertian dari penyebaran berita hoax
2.      Untuk mengetahui contoh kasus penyebaran berita hoax
3.      Untuk mengetahui dampak yang ditimbulakn dari penyebaran berita hoax




BAB IIPEMBAHASAN

A.   Definisi

Teknologi komunikasi dan informasi (TIK) berkembang mengikuti perkembangan zaman dengan adanya beragam media termasuk media sosial. Media sosial ini mengijinkan kita untuk dapat bertukar informasi dengan semua orang yang merupakan sesama pengguna media tersebut. Penggunaan media sosial sebagai jembatan untuk membantu proses peralihan masyarakat yang tradisional ke masyarakat yang modern, khususnya untuk mentransfer informasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah kepada masyarakatnya.

Sayangnya banyak informasi atau berita yang disebarkan secara individu atau berkelompok lebih banyak yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya atau teindikasi hoax. Hoax merupakan informasi atau berita yang berisi hal-hal yang belum pasti atau yang benar-benar bukan merupakan fakta yang terjadi. Direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya. Dengan kata lain hoax juga bisa diartikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang seolah-olah meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya.

Permasalah yang timbul dari penggunaan media sosial saat ini adalah banyaknya hoax yang menyebar luas, bahkan orang terpelajar pun tidak bisa bedakan mana berita yang benar, advertorial dan hoax. Penyebaran tanpa dikoreksi maupun dipilah, pada akhirnya akan berdampak pada hukum dan informasi hoax-pun telah memecah belah publik.


B.  Faktor-Faktor
1. Prioritaskan isi artikel daripada sumber berita nya
Sebuah studi dari Universitas Stanford menunjukkan anak muda terutama remaja atau mahasiswa menilai kebenaran berita dari detail konten seperti jumlah dan besarnya foto, panjang artikel, dan lain lain. Penelitian ini dilakukan kepada 7.840 siswa dari berbagai latar belakang. Responden diminta untuk memberikan evaluasi terhadap konten berita yang ditujukan. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa anak muda lebih memprioritaskan isi artikel daripada sumber berita. Hal ini menjadi alasan kenapa anak muda sangat rentang sekali dengan berita hoax.
            Jika Anda percaya dengan paragraf diatas, berarti Anda prioritaskan isi artikel. Namun jika Anda masih belum percaya, maka akan mencari tahu sumber beritanya. Kata kunci yang digunakan untuk cari sumber berita adalah Universitas Stanford, 7.840 siswa.
        Paragraf diatas saya kutip langsung dari artikel milik brilio.net. Saya harus cari tahu sumber beritanya dan menemukan di halaman website Universitas Stanford langsung. Saya juga membuka laporan hasil studi nya langsung berformat PDF. Disana angka jumlah responden adalah 7.804. Sedangkan berita dari brilio adalah 7.840. Lantas mana yang benar dan mana yang hoax kalau begitu?
2. Suka berbagi, malas membaca
Membaca judul yang provaktif, bukannya meneruskan membaca namun buru-buru membagikannya karena rasa sosial nya tinggi. Tak lupa diimbuhi kalimat, “Indahnya berbagi.” Berdasarkan studi “Most Littered Nation In the World” yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca.
3. Terlalu cemas terancam bakal terjadi bahaya
   Menurut Laras Sekarasih, PhD, dosen Psikologi Media dari Universitas Indonesia, secara                   umum hoax memiliki daya untuk mengubah dan memperkuat sikap atau persepsi yang                        dimiliki seseorang terhadap suatu hal. Bisa jadi ketidaksetujuan terhadap kebijakan tertentu,                orang tertentu, kelompok tertentu, dan sebaliknya. Informasi hoax yang bersifat negatif dapat               menyebabkan kecemasan berlebih.
Contoh isu-isu perang Suriah akan terjadi di Indonesia, sistem pemerintahan Indonesia akan diubah dengan Kekalifahan, bangkitnya PKI, dll yang sifatnya negatif akan berpotensi menyebar bila jatuh kepada orang yang diliputi kecemasan berlebihan.
4. Mengikuti Tren
Tengok tren yang berkembang di Indonesia, mulai politik hingga sosial. Beragam hashtag politik malang melintang, contoh: #2019GantiPresiden #2019TetapJokowi. Maka setiap detik netizen NKRI disuguhkan beragam berita. Yang tadinya diam akhirnya ikutan terpancing karena alasan lagi trending.
Kita tengok juga kasus sosial dengan hastag #JusticeForAudrey yang mendunia. Namun akhirnya ada hashtag susulan #AudreyJugaBersalah. Para netizen yang tadinya jadi penonton, ikutan terpancing menyebarkan. Padahal minim sumber berita.
5. Paling update, ingin pengakuan
Bagaimanakah jika berita yang Anda sebarkan ternyata mendapatkan respon dengan disebarkan lagi oleh follower Anda? Banyak yang share dan jadi viral gara-gara Anda kan? Ada yang punya perasaan bangga dan bahagia. Itulah ingin mendapatkan pengakuan. Bisa jadi ingin diakui kehebatannya. Dipuji, cari sensasi dan ingin dikenal juga.
6. Psikopat atau dibayar oleh pihak tertentu
Menurut dr Andri SpKJ, FAPM dari Klinik Psikosomatik RS Omni Alam Sutera, seseorang bisa saja dengan sengaja menyebarkan berita atau informasi hoax dengan tujuan memancing keributan atau provokasi. Menurut dr Andri, mereka-mereka ini jauh dari kata kurang intelek atau ketinggalan zaman. “Malah sebagian besar biasanya pintar, dan memposting berita bohong, hoax, provokatif agar orang-orang marah dan memang ini rutinitas dia,” ucapnya lagi.
Coba kita tengok kasus hoax seperti kasusnya Ratna Sarumpaet, Saracen, WA disadap pemerintah, dll. Apa tujuan nya coba? Kemudian ada pula yang memang dibayar untuk tujuan tertentu. Penggiringan opini, pemenangan pihak tertentu.
7. Nggak ada kerjaan & pegang gadget seharian
Inilah penyebab penyebar hoax sejati. Sudah malas verifikasi sumber berita, malas membaca, selalu berfikiran negatif dan suka cemas, terprovokasi judul yang boombastis dan salah kaprah mengikuti tren, ingin diakui dan punya jiwa psikopat. Kemudian dia pengangguran dan seharian pegang gadget. Apa yang terjadi? Ya, sebar berita sana sini. Forward informasi WA sana sini. Bahaya!


      C.  Contoh kasus
Salah satu isu yang sempat menyebar menyangkut masalah pangan juga pernah menjadi perbincangan hangat. Isu telur palsu yang disebarkan seseorang bernama Syahroni  menjadi viral dan sempat menimbulkan  keresahan dalam masyarakat. Syahroni menyebarkan hoax melalui video berdasarkan info yang didapat dari pesan di grup Whatsapp. Tak lama, polisi kemudian mengamankan Syahroni dan Ia mengaku menyesal telah menyebarkan berita hoax. Namun, video Syahroni terus menjadi viral dan tetap memberikan dampak negatif pada masyarakat.

Berita hoax yang menyebar juga pernah berkaitan dengan proyek infrastruktur. Beredar foto Jembatan Cisomang yang bengkok tiangnya, dan jembatan yang melengkung. Foto ini viral di kalangan masyarakat dan menggiring opini tentang buruknya kualitas infrastruktur di masa pemerintahan Presiden Jokowi. Foto tersebut kemudian diklarifikasi oleh pihak Jasa Marga sebagai hoax. Jembatan tersebut memang terjadi pergeseran sebesar 53cm, namun tidak sampai membuat jembatan menjadi melengkung seperti tampak di foto.

Dalam keterangan resminya, Jasa Marga menulis bahwa foto tersebut merupakan hasil suntingan oknum tidak bertanggung jawab yang hendak menyebarkan isu menyesatkan. Maraknya hoax yang tersebar di internet, seharusnya membuat masyarakat mencari sumber-sumber lain guna mengonfirmasi kebenaran suatu berita. Televisi berita yang eksis tentunya bisa menjadi pilihan lain untuk memenuhi kebutuhan akan informasi yang berkualitas dan benar. 

Namun, data yang dilansir oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tentang Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (2016) menunjukkan bahwa berita di televisi masih di bawah standar indeks kualitas program siaran minimal yang telah ditetapkan oleh KPI.

     D.   Analisis Kasus
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi dari hari ke hari sangatlah pesat. Semua orang dapat dengan mudah mengakses informasi dan berita apapun di internet, baik yang sedang viral ataupun berita yang sudah lama. Dengan semakin mudahnya  masyarakat mengakses berita di internet, informasi menjadi lebih cepat sampai ke masyarakat. Sayangnya tidak semua berita tersebut akurat dan dapat dipercaya kebenarannya. Maraknya berita hoax yang beredar dan cepatnya berita tersebut sampai ke masyarakat sangatlah mengkhawatirkan.

Seperti yang terdapat dalam contoh kasus pertama, dimana  seseorang bernama Syahroni mendapat informasi dari pesan di grup Whatsapp mengenai telur palsu. Sayangnya, tanpa mencari lebih dalam mengenai keakuratan dan sumber dari informasi tersebut, Syahroni langsung menyebarkan informasi tersebut. Informasi ini sempat menimbulkan keresahan di masyarakat. Syahroni kemudian di amankan dan mengaku menyesal menyebarkan berita hoax. Namun karena segala sesuatu yang sudah tersebar di internet akan sulit hilang, berita tersebut terus viral dan memberikan dampak negatif kepada masyarakat.

Lalu pada contoh kasus kedua, dimana beredar foto jembatan Cisomang yang tiangnya bengkok dan jembatan yang melengkung. Ini ini viral dan menggiring opini tentang buruknya kualitas infrastruktur di masa pemerintahan Presiden Jokowi. Kemudian foto tersebut di konfirmasi oleh pihak Jasa Marga yang mengatakan bahwa jembatan tersebut memang mengalami pergeseran sebesar 53cm, namun tidak sampai membuat jembatan melengkung seperti difoto, dan bahwa foto tersebut merupakan hasil suntingan pihak tidak bertanggung jawab.

Dari dua contoh kasus diatas, masyarakat tampak sangat mudah mempercayai berita hoax karena masyarakat seringkali malas mencari lebih jauh mengenai keakuratan sebuah berita dan mencari sumber dari berita tersebut ataupun mencari apakah berita tersebut ada di portal berita yang terpercaya. Masyakarat biasanya langsung menganggap segala sesuatu yang mereka baca adalah benar karena kurangnya pengetahuan dan ketidaktahuan akan berita hoax.

Seperti yang di sebutkan dalam faktor-faktor kenapa orang-orang dapat mempercayai berita hoax adalah karena masyarakat lebih memprioritaskan isi artikel disbanding sumber beritanya, malas membaca keseluruhan isi berita dan terpaku pada judul lalu langsung menyebarkannya, cemas akan terjadi suatu bahaya, mengikuti tren, ingin mendapat pengakuan, di bayar oleh pihak tertentu, dan kurangnya kegiatan. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk tidak hanya terpaku pada judul berita yang sering sekali tidak sesuai dengan isi berita dan membaca berita sampai habis. Lalu tidak malas untuk mencari sumber dari setiap berita untuk mengetahui keakuratannya, jangan menyebarkan berita hoax demi sekedar mengikuti tren, dan jangan juga mudah terprovokasi apalagi oleh berita hoax.


BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

    A.   Kesimpulan

Peristiwa penyebaran berita hoax yang sedang marak terjadi di Indonesia menyebabkan keresahan di masyarakat. Hal ini dapat di sikapi oleh para pengguna media sosial agar menjadi netter yang cerdas dan lebih selektif serta berhati-hati akan segala berita atau pun informasi yang tersebar. Diharapkan pula untuk tidak langsung percaya dari berita atau informasi yang diterima.
Pemerintah diharapkan lebih cepat lagi merespon hoax yang beredar dimasyarakat sehingga dapat meminimalisasi kegaduhan  atau keresahan yang terjadi dimasyrakat dan Pemerintah harus lebih giat lagi mensosialisasikan UU ITE agar masyarakat lebih paham lagi cara menggunakan media sosial dan internet dengan cerdas dan bijaksana, diharapkan internet digunakan untuk kebaikan hidup dan membaikkan kehidupan. Dan masih diperlukan penelitian yang lebih lanjut mengenai penelitian ini.
Pola-pola kejahatan penyebaran informasi bohong dapat didesain sedemikian rupa karena rumusan UU ITE yang masih lemah. Penyebar informasi palsu (hoax) seakan-akan menjadi tumbal dalam perbuatan penyebaran hoax, setelah pelaku pertama memproduksi informasi, pelaku- pelaku berikutnya dengan sengaja atau tidak sengaja menyebarluaskan sehingga orang-orang yang tidak tahu menjadi tahu. Walaupun pelaku ke dua dan pelaku selanjutnya juga mempunyai kesalahan, yakni menyebarkan hoax, namun seringkali penyebar pertama saja lah yang menjadi tumbal. Dan inilah prosedur penyebaran isu yang sangat mujarab di era teknologi ini.
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan sebelumnya, terkait deengan permasalahan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pembuat dan Penyebar Berita Palsu (Hoax) Berdasarkan Pasal 28 Undang Undang No. 11 Tahun 2008, maka Penulis dapat menyimpulkan bahwa

·     Pasal 28 UU ITE, yang berbunyi:
“(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”
Dari peraturan di atas, Penulis menyimpulkan bahwa beberapa hal dari Pasal tersebut masih belum jelas atau sumir. Berdasarkan kasus-kasus hoax yang terjadi di Indonesia, pelaku atau penyebar hoax masih dapat bergerak bebas. Pelaku yang dicari oleh penegak hukum seringnya adalah pelaku atau penyebar hoax yang membuat berita tersebut atau Pelaku Pertama saja.
Padahal hoax terjadi akibat tombol share dan tidak menutup kemungkinan bahwa hoax tersebut di-edit oleh pihak lain sehingga berita tersebut lebih heboh dan menimbulkan akibat yang disebut oleh Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (2). Kalimat “rasa kebencian” yang tercantum dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE juga sangat subjektif. Tidak disebutkan ukuran kebencian seperti apakah yang dapat dikenakan Ketentusn Pidana dalam UU ITE.
Terkait dengan delneeming, bahwa adanya kata “menyebarkan” pada Pasal 28 UU ITE yang berarti menghamburkan, menyiarkan, menabur, membagi-bagikan dan mengirimkan. Dalam pengertian ini, semua orang yang hanya membagikan (share) informasi pun termasuk sebagai "penyebar". Siapa yang dapat dikenakan Pasal Ketentuan Pidana, yakni Pasal 45 UU ITE, apakah Pelaku pertama saja, atau Pelaku ke-sekian yang melakukan penyebaran informasi palsu hoax tersebut ? artinya apa bila kita melakukan penafsiran gramatikal terhadap pasal 28 UU ITE, dapat menimbulkan penafsiran ganda dimana hal ini dapat menyebabkan ketidak pastian hukum yang berlaku.


        B.   SARAN
          Dari kesimpulan di atas, saran yang akan penulis kemukakan adalah:
1.      Sanksi dalam peraturan perundang-undangan yang diberikan seharusnya lebih diperhatikan dan diberi seadil-adilnya karena modus kejahatan melalui media elektronik sangat mudah dilakukan dan telah terjadi peningkatan dari tahun ke tahun maka pemberian efek jeranya harus lebih optimal.
2.      Pemerintah beserta berbagai provider penyedia layanan akses internet dan departemen Komunikasi dan Informasi (KOMINFO) lebih intens dalam mengamati dan memblokir akun-akun atau website penyebar informasi palsu (hoax) yang terindikasi melakukan penyebaran informasi palsu atau bahkan perbuatan melanggar hukum lainnya.
3.      Bila pemerintah beserta Kepolisian RI serius untuk memburu penyebar isu hoax, langkah paling pertama adalah harus diusulkan segera untuk merevisi UU ITE yang ada. Tangkap sederet penyebar isu mulai dari pelaku pertama hingga pelaku ke sekian yang telah punya andil menjadikan masyarakat yang tidak tahu menjadi tahu, sebagai efek dari "menyebarkan" (membagikan lewat tombol share). Bila UU ITE tidak direvisi, maka dari sederetan pelaku, tumbal-tumbal permasalahan informasi menjadi korban kepentingan para konspirator tingkat tinggi sehingga upaya pemburuan pun akan terus gagal.





  

DAFTAR PUSTAKA

    ·         Juditha, C. (2018). Hoax Communication Interactivity in Social Media and Anticipation                       (Interaksi  Komunikasi Hoax di Media Sosial serta Antisipasinya). Pekommas, 3(1).
    ·         Hidaya, N., Qalby, N., Alaydrus, S. S., Darmayanti, A., & Salsabila, A. P. PENGARUH MEDIA         SOSIAL TERHADAP PENYEBARAN HOAX OLEH DIGITAL NATIVE.
   ·         Rahadi, D. R. (2017). Perilaku pengguna dan informasi hoax di media sosial. Jurnal Manajemen          dan Kewirausahaan, 5(1).
   ·         Hendra W. Saputro  (2019)  Dampak dan Penyebab Orang Sebarkan Berita Hoax  
   ·         Albert, G., H. (2013). Pengaruh Berita Hoax dan Persepsi Mahsyarakat Tentang Kualitas                   Pemberitaan Televisi Berita Terhadap Intensitas Menonton Televisi Berita
   ·         Benaicha, Hamad. “Virtual Crime: Is Your Computer Really Secure?” PC Relief: Toronto,             2004
   ·          Brenner, Susan. “Cybercrime: Criminal Threats from Cyberspace (Crime, Media, and               Popular Culture)”. Praeger: Ohio. 2010
   ·         Dikdik Arief Mansur dan Elisatris Gultom. “Cyber Law: Aspek Hukum Teknologi                      Informasi”. Refika Aditama: Bandung. 2009
   ·          Effendi, Jonaedi. “Hukum Pidana”. Prenada Media: Jakarta. 2015
   ·           Febrian, Jack. “Kamus Komputer dan Teknologi Informasi”, Penerbit Informatika: Jakarta,            2005
   ·             Giddens Anthony, Runaway World, Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita. PT.          Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 2001
   ·            Hisyam, Muhammad. “Indonesia, Globalisasi dan Global Village”. Yayasan Pustaka Obor,            Jakarta, 2016
   ·           Indrajit, Richardus Eko. “Evolusi Perkembangan Teknologi Informasi”, Renaissance                      Research  Center. Jakarta. 2002



Minggu, 22 Maret 2020

Makalah Flaming Psikologi dan Teknologi Internet

MAKALAH FLAMING
PSIKOLOGI DAN TEKNOLOGI INTERNET








Dosen : Aprilia Maharani Ayuningsih

DISUSUN OLEH:
1.      Aryasatya Nugraha (11518143)
2.      Dery Andanu (11518760)
3.      Halim Ikhsan Hatuwe (13518017)
4.      Khonsa Lathifah (13518686)
5.      Maheswari Alsyifa (13518940)
6.      Rizka Melina Ramadhani A. (16518272)


UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
                                                                             2020



KATA PENGANTAR



         Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam atas segala karunia nikmat-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah yang berjudul “Flaming” disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi dan Teknologi Internet  yang diampu oleh Aprillia Maharani Ayuningsih.

      Makalah ini telah disusun secara maksimal, namun kami sebagai manusia biasa menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Karenanya kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

        Besar harapan kami makalah ini dapat menjadi sarana membantu dalam memahami apa itu flaming dan apa saja dampak yang di akibatkan oleh flaming itu sendiri.

        Demikian, semoga makalah ini dapat diterima sebagai ide atau gagasan yang menambah wawasan pembaca.



Depok,     Maret 2020


                                                                                                                                                                           Penyusun







BAB I PENDAHULUAN 

A.   Latar Belakang

Salah satu jenis perundungan maya adalah flaming. Flaming dilakukan dengan mengirimkan pesan-pesan yang bernada kasar atau vulgar tentang seseorang pada sebuah kelompok online atau lewat email atau pesan teks yang lainnya. Sesuai metaforanya, flaming memancing situasi yang memanas (sarat konflik) dalam interaksi daring. Tingkah laku menyampaikan flame disebut dengan flaming.

Studi yang dilakukan Grote (2012) menemukan bahwa perilaku flaming di situs jejaring sosial Facebook lebih banyak ditemukan dalam grup, disusul dengan wall, kemudian komentar foto atau video. Flaming merupakan tingkah laku yang berbeda dengan kritik atau cyberbullying.

Meskipun mengandung konten yang menghina dan menjatuhkan, gejala flaming tidak selalu menggambarkan terjadinya cyberbullying. Pihak yang melakukan flaming dapat hanya menunjukkan ketidaksukaannya dengan cara yang kasar namun tidak menimbulkan hubungan yang mendominasi antara pelaku dan korban flaming.

B.   Rumusan Masalah

1.     Apa pengertian flaming?
2.     Sebutkan contoh kasus flaming?
3.     Bagaimana analisis dari contoh kasus flaming?

C.   Tujuan Penulisan

Tujuan makalah ini, yaitu :
1.      Untuk mengetahui pengertian dari Flaming
2.      Untuk mengetahui contoh kasus Flaming
3.      Untuk mengetahui dampak yang ditimbulakn dari Flaming




BAB II PEMBAHASAN 

A.   A.   Definisi


Flaming merupakan perundungan dilakukan dengan mengirimkan pesan-pesan yang bernada kasar atau vulgar tentang seseorang pada sebuah kelompok online atau orang lewat email atau pesan teks yang lain. Flaming (terbakar), yaitu mengirimkan pesan teks yang isinya merupakan kata-kata yang penuh amarah dan frontal. Istilah “flame” ini pun merujuk pada kata- kata di pesan yang berapi.

Menurut Oegema, Kleinnijenhuis, Anderson dan Van Hoof (2008) Flaming lebih sering terjadi di forum diskusi internet dibandingkan kolom komentar pembaca di surat kabar. Meskipun, diutarakan dalam bentuk teks, flaming dapat terjadi di berbagai jenis posting di internet.

Lange (dalam Moor, 2008) serta Pazienza, Stellato dan Tudaroche (2008) menyatakan bahwa flaming berbeda dengan kritik, yang mana kritik dapat mengandung konten yang bersifat konstruktif sedangkan flaming berisi konten ofensif dan destruktif.

A.   Contoh Kasus

     1. MFB (18) adalah remaja yang ditangkap oleh aparat Negara di Medan, Sumatra Utara dia mengunggah sebuah konten yang dinilai menghina bapak Presiden dan kapolri di Facebook di facebook dengan nama Ringgo Abdillah dan MFB ditangkap pada hari jumat, 18 agustus 2017 pukul 21.00 WIB. Polisi mengamankan sebuah laptop, satu buah flashdisk berukuran 16GB yang berisi gambar-gambar presiden RI yang sudah di edit, 3 unit handphone dan 2 router dan itu ditemukan di rumahnya 58F. Selain menghina Presiden, MFB juga menantang polisi di status facebooknya. 

         “Nama gue sudah masuk google tapi gue belum masuk penjara.#PolisiNdeso,” tulis akun Ringgo. “Banyak orang menghina Jokowi dan Tito Karnavian masuk penjara dalam hitungan hari.. Tapi kenapa gue yang telah sering menghina, mengedit wajah Jokowi dan Tito Karnavian sampai sekarang belum masuk penjara?????,” ujar Ringgo.

  Orang yang melaporkan MFB sebagai dugaan penghinaan Presiden dan Kalpori adalah seorang anggota polisi yang bernama Brigadir Ricky Swanda pada 14 Juli 2017. 2 hari kemudian ia mengadukan dugaan tindak pidana itu dengan Nomor : LP/444/VII/2017Reskrim tanggal 16 Juli 2017 MFB dijerat Pasal 25 Ayat 2 Jo, Pasal 28 Ayat SUBS, Pasal 27 ayat 3 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE.
       
Pelanggaran Undang-Undang ITE 27 Ayat (3) UU ITE : ““setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik dapat dipidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp750 juta”.

207 KUHP: “barang siapa dengan sengaja di muka umum, dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan yang ada di negara Indonesia atau majelis umum yang ada di sana, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp4500”.

Pasal 208 ayat (1) KUHP : “Barang siapa menyiapkan, mempertontonkan atau  tulisan atau gambar yang isinya penghinaan bagi sesuatu kekuasaan yang ada di Negara Indonesia atau bagi sesuatu mejelis umum yang ada di sana, dengan niat supaya isi yang menghina itu diketahui oleh orang banyak atau lebih diketahui oleh orang banyak, dis hukum penjara paling lama 4 bulan atau denda sebanyak Rp 4.500-,.


 2.    Contoh kasus yang ke dua melibatkan penelitian tentang penggunaan internet pada remaja awal lebih tepatnya tentang perundungan maya. Survey yang dilakukan oleh Ipssos pada 18.687 warga di 24 negara – termasuk Indonesia -- juga menemukan bahwa satu dari delapan orang tua menyatakan anak mereka pernah menjadi korban pelecehan dan penghinaan melalui media online. Lebih jauh, penelitian tersebut mengungkap bahwa sebanyak 55% orang tua menyatakan mereka mengetahui seorang anaknya mengalami perundungan di dunia maya (Napitupulu, 2012).
 Hal lain yang menyebabkan perundungan maya menjadi masalah yang serius karena pada perundungan tradisional, biasanya ia terjadi pada waktu jam sekolah, sementara untuk perundungan maya, ini bisa terjadi selama 24 jam (Besley, 2009). Remaja dapat menjadi korban perundungan maya kapan saja dan di mana saja. Ia dapat dirundung oleh temannya setelah jam sekolah berakhir (Griezel, Craven, Yeung, & Finger, 2008). Termasuk saat mereka sedang sendirian di dalam kamar mereka.

Perundungan maya juga memiliki dampak jangka panjang. Hasil studi yang dilakukan kajian Hinduja dan Patchin (2008) menunjukkan bahwa remaja yang pernah menjadi korban perundungan maya, mereka juga memiliki kecenderungan untuk terlibat dalam perilaku agresif atau kekerasan ketika mereka sudah dewasa. Proses demikian terjadi kemungkinan karena selama mereka menjadi korban, mereka juga belajar perilaku agresif.


B.   Analisis Kasus

   Pesatnya perkembangan teknologi saat ini tidak hanya memiliki banyak dampak       positif, namun juga dampak negatif. Salah satu dampak negatif tersebut adalah flaming yang merupakan tindak Pencemaran nama baik. Pada kasus pertama flaming terlihat dari tulisan MFD yang ditujukan kepada Presiden Jokowi, dimana tulisan tersebut bernada menghina dan juga provokatif.  Sehingga ia pun diproses secara hukum karena jelas tertera didalam UU ITE tentang larangna melakukan tindak Pencemaran nama baik.

    Pada kasus kedua yaitu adanya penelitian terhadap perundungan dalam dunia maya, bahwa 1 dari 8 orang tua menyatakan anak mereka pernah menjadi korban pelecehan dan penghinaan melalui media online. Perundungan dalam dunia maya, salah satunya flaming, terjadi karena pelaku merasa bisa bebas menuliskan apapun kepada siapapun tanpa harus terlihat dan membuat pelaku merasa aman melakukannya. Tindakan ini biasanya didasari oleh, sakit hati, cemburu, marah, dan dilakukan secara sengaja.




BAB III PENUTUP

A.   Kesimpulan

Jadi kesimpulan dalam tema flaming ini termasuk hal kecil dari kenakalan remaja yaitu mencemarkan nama baik yang di mana anak milenia sekarang  telah salah kaprah menggunakan media teknologi internet padasaat ini. Pencemaran nama baik adalah perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum Oleh sebab itu, menyerang salah satu diantara kehormatan atau nama baik sudah cukup dijadikan alasan untuk menuduh seseorang yang telah melakukan penghinaan.
 mencemarkan nama baik dalam ruang lingkup teknologi internet termasuk bentuk kekerasan yang dialami oleh orang lain yang dimana menurut mereka ucapannya sangat menyakitkan atau tidak baik. Pencemaran nama baik merupakan kejadian manakala seseorang mengejek menghina, mengintimidasi atau memperlakukan orang secara seolah-olah di hadapan orang atau melaui (medsos) media sosisal.
Flaming berasal dari kata flame yang berarti membara atau membakar. Pengertian flaming di internet memiliki arti yang berbeda. Yaitu, sifat yang dapat membakar, membara, atau menyalakan emosi orang sehingga bisa dibilang konflik di dunia maya itu. Maka dari itu sebagai pengguna internet yang baik, kita harus mengetahui etika-etika berintrnet yang baik. Supaya kita tau batasan-batasan dan kita pun dapat menjaga perasaan pengguna lain supaya tidak terjadinya konflik di dunia maya.

B.   Saran

Pencemaran nama baik dikenal juga istilah penghinaan, yang pada dasarnya adalah menyerang nama baik dan kehormatan seseorang sehingga orang itu merasa dirugikan. Pencemaran nama baik merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum. Oleh sebab itu, menyerang salah satu diantara kehormatan atau nama baik sudah cukup dijadikan alasan untuk menuduh seseorang telah melakukan penghinaan.
Sebagai manusia yang beradab, dalam menyikapi dan menggunakan teknologi ini, mestinya kita dapat memilah mana yang baik, benar dan bermanfaat bagi sesama, kemudian mengambilnya sebagai penyambung mata rantai kebaikan terhadap sesama, kita juga mesti pandai melihat mana yang buruk dan merugikan bagi orang lain untuk selanjutnya kita menghindari atau memberantasnya jika hal itu ada di hadapan kita.





DAFTAR PUSTAKA

1.      Utami, A. S. F., & Baiti, N. (2018). Pengaruh media sosial terhadap cyberbullying pada kalangan remaja. Cakrawala-Jurnal Humaniora, 18(2), 257-262.
2.      Rifauddin, M. (2016). Fenomena cyberbullying pada remaja. Khizanah Al-Hikmah: Jurnal Ilmu Perpustakaan, Informasi, dan Kearsipan, 4(1), 35-44
3.      Afriyeni, N. (2017). Perundungan maya (Cyber Bullying) pada remaja awal. Jurnal Psikologi Insight, 1(1), 25-39
4.      Febriawan, I. M. (2014). Haters (no just) gonna hate hubungan antara flaming dan trait agresi verbal pada antifans = haters (no just) gonna hate a correlational study of online flaming and verbal aggressiveness among antifans.
            





Tugas Makalah Penyebaran Berita Hoax

MAKALAH PENYEBARAN BERITA HOAX PSIKOLOGI DAN TEKNOLOGI INTERNET ...